Sejauh yang aku ingat, papa dan mamaku bercerai saat aku masih kecil, saat aku sudah mengerti beberapa hal. Seperti tipikal banyak pasangan yang bercerai, papa menikah lagi dengan mama tiriku setengah tahun kemudian. Soal hal ini, aku selalu merasa sangat marah dan sangat kecewa. Aku merasa mama tiriku selalu jadi pihak yang menghancurkan keluargaku.
Saat itu, aku masih belum mengerti terlalu banyak soal keluarga. Aku hanya merasa mama tiriku merusak keluargaku dan aku membencinya bertahun-tahun tanpa memikirkan perasaannya. Aku ingat aku pernah suatu kali membuang kucing peliharaan kesayangannya ke sungai dan membiarkan mama tiriku menangis seharian setelah dia mencarinya kemana-mana.
Kalau diingat-ingat, sebenarnya hari-hari mama tiriku di rumah juga bukan hari yang bahagia. Saudara-saudara kami tidak ada seorang pun yang mempedulikan dia, bahkan tidak ada seorangpun juga yang rela mengobrol dengannya. Setelah mama tiriku menikah dengan papa, mereka juga tidak memiliki anak. Hal ini memperburuk keadaannya di keluarga, membuat dirinya dan papa dicela oleh saudara-saudara kami.
Setelah mereka menikah, aku masih berhubungan dengan mama kandungku. Mama juga sudah menikah belum lama setelah papa dan mama bercerai. Kami sering mengobrol di telepon, tapi mama tidak pernah datang melihatku. Mungkin karena dia juga sudah punya keluarga sendiri…
Hari demi hari pun berlalu dan akhirnya aku pun beranjak dewasa, menikah, dan punya anak sendiri. Karena kesibukan dan kurangnya pengetahuanku, aku meminta tolong pada mama kandungku untuk datang membantuku melewati bulan-bulan pertama, tapi dia menolak. Katanya dia juga ingin menjaga cucunya dari anaknya dengan suami barunya. Saat itu aku sedih. Aku merasa tidak dipedulikan. Aku pun akhirnya menelepon mama tiriku dan memintanya untuk menemaniku. Tanpa berpikir panjang, mama tiriku langsung menyetujuinya tanpa memberikan syarat apapun.
Mama tiriku tidak pernah melahirkan anak, jadi kurasa dia tidak pernah punya pengetahuan soal ini. Di rumah, dia sering memakai komputer yang ada di rumah untuk memeriksa sesuatu, tapi aku tidak pernah tahu apa yang dia lakukan. Walaupun mama tiriku tidak terlalu mengerti soal melahirkan dan menjaga anak serta menjaga diri pasca kelahiran, tapi aku merasa sangat terbantu dengan adanya orang yang membantuku melakukan pekerjaan-pekerjaan rumah.
Setelah menjaga kami selama 2 bulan, mama tiriku kemudian pamit pulang. Aku ingin memberinya sedikit uang sebagai tanda terima kasih, tapi beliau menolakku sejadi-jadinya. Waktu aku mau mengantarnya ke stasiun kereta, beliau juga menolak. Katanya dia bisa pulang sendiri dan memintaku untuk menjaga diri yang baik. Aku mendadak merasa terharu. Aku mulai menyesal apa yang aku lakukan waktu kecil dulu dan mulai merasakan kebaikan mama tiriku.
Suatu hari saat aku punya kesempatan untuk bersantai, aku membuka komputer dan melihat adanya beberapa catatan di layar. Isinya adalah hal-hal yang harus kuperhatikan selama beberapa bulan pertama, makanan apa saja yang harus kujaga supaya kesahatanku terjaga, kebiasaan apa saja yang harus kumiliki supaya kehidupanku lebih baik, dan hal apa saja yang harus kuhindari supaya kesehatanku tidak terancam. Melihat itu, aku langsung menangis. Bagiku, tulisan-tulisan itu bukan tulisan biasa, tapi cinta dari mama tiriku.
Setelah itu aku mengobrol dengan papa dan darinya, aku tahu kalau mama tidak melahirkan anak, itu adalah keputusan mereka. Mama tidak mau aku jadi semakin kecewa dan rasa sakitku semakin bertambah. Karena itu mereka memutuskan untuk tidak mempunyai anak supaya mama bisa lebih mengawasi pertumbuhanku. Saat itu aku menangis, aku meminta papa untuk mengantarku ke rumahnya, aku langsung masuk ke kamar mama tanpa berpikir banyak, memeluk mama dan mengeluarkan kata yang tidak pernah kukatakan selama ini, “Ma…”